‘Gempa itu bagaimana rasanya bu…‘ seorang anak berkebutuhan khusus netra bertanya. Teman yang lain menjawab ‘Seperti bergoyang-goyang kan bu. Aku pernah merasakan…’ Itulah antusias anak-anak berkebutuhan khusus netra di SDLB Yaketunis siang itu (28 September 2017).
Pelaksanaan program Sekolah, Madrasah Aman Bencana (SMAB) di SDLB A Yaketunis dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2017, atas pendanaan dari Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri sebelumnya telah membentuk Seknas SPAB (Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana) melalui SK Mendikbud No. 40 /P/2017 tentang Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam hal ini berada di direktorat PKLK.
Selama tahun 2016 hingga 2017 sudah dilaksanakan program Sekolah Aman Bencana di beberapa SLB di Indonesia untuk mendukung keamanan dan keselamatan warga sekolah di SLB dari risiko ancaman bencana. Sebagai dasar hukum pelaksanaan SMAB di sekolah antara lain Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/ MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/ MA), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/ MAK), Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana
Direktorat PKLK juga telah menyusun Pedoman Pelaksanaan program Sekolah Aman Bencana yang bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ini merupakan petunjuk teknis pelaksanaan proram SMAB di sekolah. SDLB Yaketunis termasuk salah satu sekolah penerima probram SMAB PKLK di tahun 2017. Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pelatihan dan penyusunan dokumen kesiapsiagaan serta latihan simulasi bencana di sekolah.
Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Sekolah Aman Bencana di SLB, selain pemenuhan beberapa kriteria di Pilar 1, Pilar 2 dan Pilar 3, juga metodologi dalam melakukan penyadartahuan mengenai ancaman bencana dan bagaimana menghadapinya untuk orang berkebutuhan khususu maupun anak berkebutuhan khusus. Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan SMAB di SDLB A Yaketunis, Perkumpulan Lingkar dimintai bantuan untuk mendampingi proses pelatihan dan penyusunan dokumen serta latihan keterampilan perlindungan diri bagi warga sekolah. Dalam pelaksanaannya kami (Perkumpulan Lingkar–Red) banyak melakukan diskusi dnegna Kepala Sekolah dan Guru-Guru Pendamping di SLB untuk metode menyampaikan informasi dan melatih anak-anak berkebutuhan khusus, seperti tanda-tanda adanya ancaman bahaya, tanda peringatan dini yang disepakati diantara tim dan disampaikan ke anak-anak serta orientasi jalur evakuasi yang aman.
Pelatihan-pelatihan tidak hanya dilakukan sekali, namun upaya pembiasaan terhadap ABK netra terhadap penegnalan tanda dan peringatan dini beberapa kali dilakukan. Tanda peringatan dini dibuat sesuai kebutuhan ABK yaitu berupa sirine, dan bunyi sirine yang membedakan dengan bunyi lainnya. karena bagi penyandang disabilitas netra mereka dapat mengenai perbedaan melalui suara dan meraba, sehingga denah jalur evakuasi dan tanda rambu evakuasi dibuat sesuai kemampuan mereka untuk memahami informasi. Selain itu juga beberapa informasi mengenai tanda-tanda bahaya, lokasi aman dan media informasi lain dibuat dalam huruf braille agar dapat dibaca dan diketahui oleh penyandang disabilitas netra.
Dalam pelaksanaan SMAB di SDLB Yaketunis telah dilaksanakan kegiatan di Pilar 1 mengenai fasilitas sekolah aman, mencakup fisik bangunan, sarana dan prasarana yang aman, yaitu dengan memperbaiki tata ruang di kelas, pengadaan jalur evakuasi, perbaikan tangga dan pembuatan tangga darurat, perbaikan pintu gerbang, penebangan pohon tinggi, perbaikan jalur orientasi siswa, pengadaan sirine tanda bahaya serta sistem peringatan dini. Sedangkan pelaksanaan pilar 2 mengenai managemen bencana di sekolah juga telah dilaksanakan pelatihan bagi warga sekolah, penyusunan rencana aksi sekolah, penyusunan prosedur tetap penanggulangan bencana gempa bumi dan pembuatan tim siaga sekolah yang sudah terlatih untuk penyelamatan dan pertolongan pertama. Dan pilar 3 mengenai pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana, dimana telah dlakukan pelatihan atau drill bagi warga sekolah untuk menghadapi kejadian Gempa Bumi (sebagai prioritas risiko berdasarkan hasil kajian di sekolah) dan ujicoba atau simulasi protap yang telah disusun. Selain itu para pendidik juga sudah mendapatkan informasi mengenai integrasi materi-materi kebencanaan dalam pembelajaran sehari-hari. Selanjutnya upaya pengitegrasian PRB kedalam kebijakan sekolah dan kurikulum sekolah menjadi rencana aksi sekolah selanjutnya dan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan.
Siapapun berhak atas rasa aman, termasuk di sekolah dan menjadi kewajiban sekolah dalam hal ini pemerintah melalui Kemendikbud untuk menciptakan sekolah yang aman, nyaman dan ramah bagi peserta didik. Sekolah Luar Biasa merupakan lembaga pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus, mereka memiliki kelebihan dan keterbatasan sehingga perlu memberikan tambahan pengetahuan bagi penyandang disabilitas baik dewasamaupun anak-anak di sekolah untuk berdaya dan kemandirian dalam perlindungan diri dari bahaya atau ancaman bencana dan risiko lainnya di sekolah. Harapannya pengetahuan menghadapi bencana ini menjadi pengetahuan dan keterampilan yang dapat berguna bagi semua di manapun berada dan menular pada banyak pihak, sehingga budaya aman dari risiko bencana dengan selalu waspada dan siaga.
*) Disusun oleh: Sunaring Kurniandaru dan Johanne Martsiana